HMIPAPUA.INFO – JAYAPURA. Bertempat di Graha Insan Cita Papua, KOHATI Cabang Jayapura bersama kelompok Cipayung Putri menggelar diskusi bersama dalam rangka memperingati hari Kartini pada Selasa (21/04/21).
Rani Yanti Ngabalin selaku Formateur/Ketua KOHATI Cabang Jayapura ditemui redaksi hmipapua.info menyampaikan, kegiatan ini digagas oleh kelompok Cipayung Putri ditingkat Kota Jayapura yakni KOHATI, KORPRI PMII, Biro Keperempuanan PMKRI, Bidang Pemberdayaan Perempuan GMKI dan UKM-FKMM USTJ.
“Kegiatan ini dalam rangka mempererat tali silatuhrahmi antara sesama organisasi perempuan, terutama kelompok Cipayung Putri yang sudah lama tidak berkolaborasi dan membuat kegiatan atau diskusi bersama yang mengkaji terkait isu dan permasalahan perempuan. Sehingga kami memulai dengan momentum hari Kartini ini dan berharap kedepannya terus dapat bersinergi.” Harapnya.
“Tujuan dari diskusi ini agar perempuan di era milenial, dapat mengambil hikma dan meneladani apa yang dilakukan Kartini dalam memperjuangkan emansipasi perempuan, terutama dalam dunia pendidikan. Sehingga perempuan dituntut untuk senantiasa mepersipakan dan mencerdaskan diri melalui dunia pendidikan, sebab perempuan menjadi sekolah pertama bagi anak-anaknya kelak”. Ungkapnya.
Kegiatan yang dirangkaikan dengan buka Puasa bersama ini mengambil tema “Antara Perempuan, Pendidikan, Diskriminasi Sosial dan Dilema Covid-19” yang menghadirkan dua narasumber, yakni ibu Apriani Anastasya Amenes yang merupakan Dosen Hubungan Internasional FISIP UNCEN dan Caca Nurjaya yang pernah menjabat sebagai Ketua KOHATI Cabang Jayapura Periode 2001-2002 dan saat ini bekerja di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Jayapura.
Ibu Apriani mengapresiasi kegiatan yang dilaksanakan sebagai bentuk kecintaan terhadap Tanah Papua dan dalam paparan materinya menyoroti tentang perempuan Papua dan pendidikan.
“Pendidikan bagi saya merupakan kunci untuk kemajuan diri. Pendidikan juga adalah memerdekakan dalam arti ruang gerak kita untuk mengembangkan diri tidak terbatas. Untuk memahami tentang perempuan Papua dan representasinya dalam kehidupan sosial bukan hal mudah karna perempuan Papua itu sendiri juga sangat heterogen. Perempuan punya identitas yang berlapis-lapis. Setiap perempuan punya pengalaman pendidikan yang berbeda-beda, terutama di tengah Covid-19 hari ini”. Menyoroti pendidikan formal formal itu masih terdapat beberapa kebijakan yang diskriminatif seperti menutup kesempatan bagi perempuan yg mempunyai masalah pribadi misal kasus hamil luar nikah, dan lain-lain sehingga tidak memerdekakan perempuan dalam hak memperoleh pendidikan”. Tuturnya.
“Ketika perempuan papua berpendidikan maka dia akan mampu membuat keputusan yang bijak juga otentik untuk dirinya. Untuk itu, kebijakan-kebijakan pendidikan harus terus di kawal karna sangat berpengaruh pada kehidupan perempuan.” Tambahnya.
Semenatara itu Caca Nurjaya dalam pemaparannya menyampaikan terkait situasi pendidikan ditengah pandemi Covid-19 dan dampaknya terhadap perempuan.
“Dimasa pandemi ini tentu sangat mengganggu aktivitas semua lapisan masyarakat. Apalagi dampak Covid-19 terhadap situasi pendidikan tentu mempengaruhi peran perempuan khususnya para ibu yang diharuskan untuk mengurus pendidikan anak dirumah secara daring. Jika para ibu tidak siap menghadapi situasi pendidikan di tengah pandemi hari ini maka akan terjadi kepanikan dalam mengatur waktu”. Ungkapnya.
Kegiatan yang diakhiri dengan buka puasa bersama ini, melibatkan peserta perempuan yang berasal dari perwakilan kelompok Cipayung Putri, perwakilan organisasi kampus dan anggota Komisariat dijajaran HMI Cabang Jayapura. (Zona/Nawir)*